1. Biografi Lengkap Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro merupakan putra sulung dari Sultan Hamengkubuwono
III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Beliau lahir pada tanggal 11
November 1785 di Yogyakarta dengan nama Mustahar dari seorang garwa
ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan
(istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro
bernama kecil Raden Mas Antawirya (Bahasa Jawa: Ontowiryo).
Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak
keinginan ayahnya, Sultan hamengkubuwono III untuk mengangkatnya menjadi
seorang raja menggantikan posisinya. Permintaan ayahnya ini ditolah
oleh beliau mengingat ibunya bukanlah seorang permaisuri. Diponegoro
pada saat itu mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu
Kedhaton, Raden Ayu Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.
Pangeran Diponegoro pada saat itu lebih tertarik pada kehidupan
keagamaan dan merakyat. Sehingga beliau lebih suka tinggal di Tegalrejo
tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng
Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakan Diponegoro terhadap keraton
dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro
menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V
yang pada saat itu baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan
sehari-hari dipegang oleh Patih Danureja bersama Residen Belanda. Cara
perwalian inilah yang tidak disetujui sama sekali oleh Diponegoro.
3. Riwayat Perang Pangeran Diponegoro
Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah
milik Pangeran Diponegoro di desa Tegalrejo. Pada saat itu, beliau
memang sudah sangat kesal dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai
adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan
pembebanan pajak.
Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka ini mendapat
simpati dan dukungan rakyat Indonesia. Atas permintaan dari pamannya,
Pangeran Mangkubumi, Pangeran Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo dan
membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu,
Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil,
perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang
dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan
dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut
bergabung dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong. Perjuangan Pangeran
Diponegoro ini didukung oleh S.I.S.K.S. Pakubuwono VI dan Raden
Tumenggung Prawirodigdaya Bupati Gagatan.
Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000
tentara dan 20 juta gulden. Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk
menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun dipergunakan. Hadiah 50.000
Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro.
Sampai akhirnya Diponegoro ditangkap pada 1830.
Pada tanggal 8 Januari 1855, Pangeran Diponegoro wafat dan dimakamkan di
Makassar, tepatnya di Jalan Diponegoro, Kelurahan Melayu, Kecamatan
Wajo, sekitar empat kilometer sebelah utara pusat Kota Makassar.
Sabtu, 16 Februari 2013
Sejarah: Biografi Pangeran Diponogoro
Label:
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar